Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025 yang diselenggarakan di halaman Pondok Pesantren Al-Anshar, Pinang Putih Atas, Maluku, berlangsung khidmat dan penuh semangat. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Maluku, Dr. H. Yamin, S.Ag., M.Pd.I., bertindak sebagai inspektur upacara mewakili Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar. Dalam amanat tertulis Menteri Agama yang dibacakannya, ditekankan bahwa Hari Santri bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan harus menjadi momentum kebangkitan santri sebagai agen perubahan dalam membangun Indonesia yang beradab dan bermartabat.
“Santri hari ini adalah pemimpin masa depan. Mereka harus siap menjawab tantangan zaman dengan tetap menjaga nilai-nilai keislaman dan kebangsaan,” tegas Menag dalam amanatnya. Disampaikan pula bahwa HSN tahun ini istimewa karena bertepatan dengan satu dekade peringatan Hari Santri sejak ditetapkan pertama kali pada tahun 2015. Selama 10 tahun ini, terlihat semakin kuatnya peran pesantren dan santri dalam berbagai bidang kehidupan nasional, mulai dari pendidikan, dakwah, hingga keterlibatan dalam program strategis pemerintah.
Selain mengangkat semangat perjuangan dan keikhlasan para santri dalam menjaga NKRI, Menag juga menyampaikan duka cita mendalam atas musibah wafatnya 67 santri dalam insiden di Pondok Pesantren Al-Qodim, Sidoarjo, Jawa Timur. Kementerian Agama telah turun langsung memberikan bantuan serta memastikan proses pemulihan berjalan dengan baik. “Ini menjadi pengingat bahwa negara hadir dan peduli terhadap pesantren dan para santri,” ujar Menag.
Penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri merujuk pada tercetusnya Resolusi Jihad yang dikobarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1945. Resolusi ini menjadi pemantik perlawanan rakyat terhadap kolonialisme, yang berpuncak pada peristiwa heroik 10 November yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan. “Di balik kemerdekaan yang kita nikmati hari ini, ada darah para syuhada dan doa para ulama. Santri adalah bagian dari sejarah besar itu,” ungkap Kakanwil.
Tema Hari Santri 2025, “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia”, dinilai sangat relevan dengan peran strategis santri masa kini.
Menag menekankan bahwa santri tidak cukup hanya menguasai kitab kuning, tetapi juga harus fasih dalam teknologi, ilmu pengetahuan, serta mampu berperan aktif di era digital dan global. Dunia digital, lanjutnya, harus menjadi ladang dakwah baru bagi para santri.
Pemerintah menunjukkan komitmennya terhadap pesantren melalui berbagai kebijakan, seperti pengesahan UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, Perpres No. 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Pesantren, serta berbagai program nasional seperti makan bergizi gratis dan cek kesehatan gratis untuk santri. “Ini semua adalah bentuk pengakuan negara atas jasa besar pesantren dan santri dalam menjaga moral dan peradaban bangsa,” tambah Menag.
Upacara HSN di Maluku ini diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai elemen masyarakat, termasuk ASN Kemenag, tokoh agama, perwakilan pondok pesantren, dan organisasi kepemudaan Islam dari Nahdlatul Ulama (NU) seperti GP Ansor. Semua peserta mengenakan busana khas santri, menambah kekhidmatan suasana dan memperkuat rasa kebersamaan serta kecintaan terhadap nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan.
Menutup amanatnya, Menag berpesan kepada seluruh santri Indonesia agar terus menimba ilmu, menjaga akhlak, menghormati guru dan kiai, serta siap membawa nama baik Indonesia di kancah dunia.
“Hari Santri harus menjadi momentum kebangkitan. Jadilah santri yang berilmu, berakhlak, dan berdaya. Karena dari tangan para santri lah masa depan Indonesia akan ditulis,” pungkasnya.
Berikut berita singkat empat paragraf sesuai permintaan Anda, merangkum pernyataan Ketua PBNU KH. Yahya Cholil Staquf dalam peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025:
Santri Harus Jadi Agen Kebangkitan dan Peradaban Bangsa
Sementara dalam aman Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Yahya Cholil Staquf, menegaskan bahwa Hari Santri Nasional (HSN) 2025 harus menjadi momentum kebangkitan para santri sebagai penggerak perubahan dan penjaga moral bangsa. Dalam amanatnya, KH. Yahya menyampaikan bahwa santri tidak boleh hanya menjadi simbol religius, tetapi juga harus mengambil peran strategis di berbagai bidang, termasuk pendidikan, ekonomi, sosial, teknologi, hingga kancah global.
“Santri adalah pejuang ilmu dan pengawal moral. Hari Santri bukan sekadar peringatan sejarah, melainkan panggilan untuk membangun peradaban mulia dengan akhlak, ilmu, dan persaudaraan,” ujarnya. Ia juga menekankan bahwa peringatan ini adalah warisan dari Resolusi Jihad 22 Oktober 1945, yang menjadi fondasi spiritual perjuangan bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan.
Lebih lanjut, KH. Yahya mengajak seluruh pesantren dan elemen bangsa untuk memperkuat ukhuwah dan melakukan konsolidasi nasional demi menjaga keutuhan serta kedaulatan Indonesia. Menurutnya, santri masa kini harus tampil di berbagai lini kehidupan—dunia kampus, pemerintahan, usaha, hingga ruang digital—tanpa kehilangan akar tradisi pesantren yang moderat, toleran, dan seimbang.
“Cita-cita kita bukan hanya menjaga Indonesia tetap merdeka, tetapi juga membawanya menuju peradaban yang mulia. Mari lanjutkan jihad kebangsaan dengan ilmu, akhlak, dan cinta tanah air,” pungkas KH. Yahya dalam pesannya yang sarat nilai kebangsaan dan keislaman.(TMN-01)













