Ambon, Tikmalukunews.com-
Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 2 Ambon, yang dulu dikenal sebagai salah satu madrasah unggulan di bawah kepemimpinan Dahlan Gazam, kini tinggal nama. Akreditasi yang sebelumnya gemilang dengan nilai A Plus (96) pada tahun 2019, kini merosot tajam menjadi B di tangan kepala madrasah yang baru, Rudiman Tewe.
Penurunan drastis ini bukan sekadar angka ini adalah cerminan dari kemunduran mutu, lemahnya manajemen, dan kepemimpinan yang dipertanyakan. Proses akreditasi tahun 2024 menjadi pukulan telak bagi lembaga pendidikan yang pernah dibanggakan warga Waiheru dan sekitarnya.
Sumber internal menyebutkan bahwa sejak Rudiman memegang kendali, situasi internal MIN 2 Ambon memanas. Guru-guru mulai resah, suasana kerja berubah kaku, dan komunikasi antara pimpinan dan staf menjadi tidak sehat.
Salah satu sumber menyebut, gaya komunikasi Rudiman sangat tidak layak untuk seorang pemimpin lembaga pendidikan. Ia kerap memanggil guru dengan bentakan seperti “Woe!” tanpa menyebut nama, bahkan sesekali memanggil nama orang tua murid melalui pengeras suara — tindakan yang dinilai melecehkan dan mempermalukan.
“Kami ini guru, bukan anak buah militer. Tapi diperlakukan seperti pesuruh. Banyak yang sudah tidak tahan,” ujar seorang guru yang enggan disebut namanya karena takut dibalas secara internal.
Sikap kasar ini bukan isapan jempol. Keluhan para guru sudah sampai ke Kementerian Agama Kota Ambon dan Kanwil Kemenag Maluku. Namun hingga kini, belum ada tindakan tegas yang terlihat.
Tak hanya soal komunikasi, berbagai kebijakan internal yang dibuat Rudiman juga dinilai sepihak, tidak transparan, dan merugikan guru. Banyak keputusan penting diambil tanpa musyawarah, dan suara para guru tak lagi dihargai.
Parahnya lagi, Rudiman juga dilaporkan kerap berselisih dengan guru, bahkan nyaris bentrok fisik di beberapa kesempatan karena sifat emosionalnya yang meledak-ledak.
“Ini bukan hanya soal manajemen yang buruk, ini sudah masuk ke ranah intimidasi,” ujar sumber lain yang juga mengaku telah beberapa kali menyaksikan Rudiman meledak marah tanpa alasan jelas.
Yang membuat para guru semakin frustrasi adalah sikap arogansi Rudiman yang seolah merasa tak tersentuh. Ia bahkan diduga pernah menyatakan dengan lantang di hadapan para guru bahwa selama Kepala Kanwil Agama Maluku masih dijabat H. Yamin, dirinya tak akan bisa diganti.
Pernyataan ini memicu kekecewaan dan kemarahan, karena seolah-olah lembaga pendidikan dijadikan panggung kekuasaan pribadi, bukan tempat membangun generasi bangsa.
Akreditasi B bukan hanya soal dokumen. Ini adalah indikator bahwa mutu pendidikan dan kepemimpinan di MIN 2 Ambon tengah kolaps. Situasi ini memerlukan perhatian serius dari Kementerian Agama dan instansi terkait.
Para guru, orang tua, dan masyarakat menanti langkah tegas. Apakah akan terus dibiarkan sampai MIN 2 benar-benar runtuh Atau akankah ada keberanian dari pemangku kebijakan untuk bertindak demi menyelamatkan wajah pendidikan di Maluku.(TMN-02)















