Maluku menjadi salah satu daerah percontohan (pilot project) bagi program inovatif kerja sama pendidikan antara Indonesia dan Australia. Program ini mengusung pendekatan baru bernama Kurikulum Berbasis Cinta (KBC), yang bertujuan menciptakan ekosistem pembelajaran yang menyenangkan, inklusif, dan membentuk karakter siswa sejak usia dini.
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Agama RI, Dr. Fesal Musaad, dalam kunjungan kerjanya ke Ambon, meninjau langsung pelaksanaan program ini di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Cokro Aminoto, Waiheru, salah satu sekolah sasaran yang telah mengimplementasikan model pembelajaran tersebut.
“Program ini adalah bentuk nyata sinergi inovatif antara Indonesia dan Australia. Bukan hanya soal transfer metode, tapi juga tentang membangun nilai dan semangat pendidikan yang memerdekakan dan menumbuhkan cinta,” ujar Fesal, Jumat (12/9).
Kurikulum Berbasis Cinta tidak mengubah struktur kurikulum nasional, tetapi menambahkan dimensi nilai yang lebih dalam: cinta kepada Tuhan, sesama manusia, lingkungan, bangsa, dan ilmu pengetahuan. Dengan pendekatan ini, siswa tidak hanya dilatih secara akademis, tetapi juga ditumbuhkan secara moral dan emosional.
“Anak-anak perlu merasakan bahwa sekolah bukan beban, tetapi rumah yang penuh kasih. Pendidikan harus memerdekakan, bukan menekan,” tegas Fesal.
Ia menambahkan, pendekatan berbasis cinta ini menjadi pintu masuk untuk transformasi budaya pendidikan di Indonesia, dimulai dari ruang-ruang kelas madrasah dan sekolah dasar.
Maluku dipilih sebagai lokasi awal program ini karena dianggap siap secara kelembagaan dan memiliki komitmen tinggi dalam pengembangan pendidikan karakter. Beberapa wilayah yang telah menerapkan program ini antara lain Ambon, Maluku Tengah, Seram Bagian Barat, dan Maluku Tenggara.
Menurut Fesal, hasil evaluasi lapangan menunjukkan dampak yang signifikan. Guru dan siswa menunjukkan interaksi yang hangat, penuh empati, serta mendorong kepercayaan diri dan kreativitas peserta didik.
“Madrasah kini menjadi benteng moral dan literasi bangsa. Dan Maluku telah menunjukkan bahwa transformasi pendidikan itu mungkin terjadi jika dimulai dari hati,” katanya.
Program inovatif ini merupakan hasil kolaborasi antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia, yang menyasar peningkatan kapasitas guru di berbagai jenjang, termasuk madrasah dan perguruan tinggi keagamaan.
Sebagai Direktur GTK, Fesal memberikan apresiasi terhadap pelaksanaan program di Maluku dan mendorong agar keberhasilan ini direplikasi ke wilayah lain di Indonesia.
“Yang terpenting, ilmu yang sudah diperoleh guru tidak berhenti pada diri sendiri. Harus dibagikan ke komunitas guru lain agar manfaatnya dirasakan secara kolektif,” pesannya.
Fesal berharap, dengan semakin luasnya cakupan program ini, pendidikan di Indonesia dapat berkembang menjadi lebih holistik, bukan hanya mencetak lulusan pintar secara kognitif, tetapi juga kuat secara moral dan sosial.
Pendidikan Berbasis Cinta: Fondasi Masa Depan Bangsa
“Jika anak-anak kita tumbuh dengan cinta kepada Tuhan, sesama, lingkungan, dan ilmumaka kita sedang membangun benteng moral yang kokoh untuk bangsa ini. Inilah pendidikan sejati. Inilah masa depan Indonesia,” tutup Fesal.(TMN-01)
